menu menu

Opini – Konsumen kini paham akan inklusivitas performatif

Merek kecantikan Inggris Pink Honey mendapat kecaman karena perjalanan influencernya baru-baru ini. Reaksi negatif tersebut membuktikan bahwa konsumen tidak akan menyukai pemasaran yang hambar. 

Kontroversi merek tampaknya sedang meningkat. Ke mana pun Anda melihat – terutama di media sosial – sebuah perusahaan mendapat cemoohan karena kampanye jangka pendek atau taktik pemasaran yang dangkal.

Namun meningkatnya reaksi balik tidak selalu berarti bahwa merek semakin malas, melainkan konsumen menuntut lebih banyak dari pembelian mereka.

Saat ini, merek tidak bisa hanya mengandalkan produk dan harga bagus untuk memikat hati (dan dompet) pelanggan baru. Mereka perlu menciptakan komunitas dan identitas yang dapat dengan tulus disejajarkan dengan orang-orang.

Kontroversi terbaru yang membuktikan teori ini terjadi pada merek kecantikan Inggris Pink Honey, sebuah perusahaan tata rias terkenal yang didirikan oleh wanita di TikTok dan berspesialisasi dalam kemasan berwarna dan produk bertema makanan.

Merek tersebut menerima reaksi luas setelah gambar dan video dibagikan dari perjalanan influencer Pink Honey baru-baru ini. ‘Staycation’ berbiaya tinggi ini melibatkan 15-20 influencer kecantikan dari seluruh negeri, yang dibawa ke hotel mewah dan diberi hadiah, makanan, dan minuman bermerek.

Peristiwa semacam ini biasa terjadi saat ini, karena pemasaran influencer menjadi pusat perhatian bagi banyak merek. Namun acara Pink Honey menuai kritik setelah rekaman menunjukkan semua orang yang diundang adalah perempuan kulit putih.

Tiktok Pengguna – bisa dibilang merupakan demografi konsumen terbesar Pink Honey – dengan cepat menyebut merek tersebut karena kurangnya keberagaman.

“Kegagalan ini benar-benar membuka mata saya mengenai betapa besarnya bias yang tidak disadari yang masih dimiliki oleh orang kulit putih,” komentar seseorang.

Yang lain menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah membeli produk dari merek tersebut lagi, sementara beberapa orang berpendapat bahwa reaksi yang diberikan terlalu ekstrem, dan menyerukan tanggapan konstruktif yang lebih ramah (menunjukkan bahwa pendiri Pink Honey saat ini sedang hamil tua).

Namun terlepas dari respons yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap insiden tersebut, kurangnya pandangan ke depan dari Pink Honey menunjukkan adanya masalah yang lebih dalam yaitu inklusivitas performatif.

Entah pilihan tamu yang tidak beragam ini disengaja atau tidak (Pink Honey menanggapi argumen tersebut), kurangnya pertimbangan dan kesadaranlah yang paling membuat marah orang-orang.

Seperti yang dikatakan banyak orang, kita tidak perlu memanggil merek untuk mengingatkan mereka mengapa inklusivitas itu penting.

‘Semua merek, semua perusahaan, harus beragam’ kata pengguna TikTok Parissa. Pada dasarnya, itulah intinya.

Pendiri Pink Honey menggunakan TikTok minggu ini dengan tanggapan yang penuh air mata atas reaksi tersebut. Namun tampaknya hal itu tidak memberikan efek yang diinginkan.

Panjang dan pendeknya video 'permintaan maaf' ini adalah bahwa sebenarnya tidak ada permintaan maaf sama sekali, melainkan penjelasan yang tidak tepat mengapa perjalanan tersebut hanya melibatkan perempuan berkulit putih, berbadan sehat, dan secara konvensional 'cantik'.

Merek tersebut berpendapat bahwa alasan mengundang influencer spesifik ini adalah karena apa yang telah mereka 'lakukan untuk pertumbuhan [perusahaan]'. Namun pengguna dengan cepat menunjukkan beragam individu yang telah mendukung Pink Honey sejak awal.

@parissax

Tadinya aku tidak bermaksud mengeposkan ini, tapi sejujurnya, komentar-komentar yang kubaca di video terakhirku membuatku cukup sedih dan aku perlu hal-hal negatif untuk menghentikannya 😔🙊 #pinkhoney #pinkhoneyuk #pinkhoneybffbronzer #keberagaman dan inklusi #perbedaan Madu merah muda Kontroversi madu merah muda Drama madu merah muda Perjalanan merek madu merah muda Keberagaman dan inklusi

♬ suara asli – PARISSA | Pencipta Kecantikan 🤍

Rasanya seperti alasan malas.

“Saya pikir ini adalah peringatan bagi Pink Honey, namun juga harus menjadi peringatan bagi merek-merek lain yang tidak mengedepankan keberagaman dan inklusi,” kata Melissa.

Tentu saja, respons yang diberikan menggarisbawahi perlunya pendekatan holistik terhadap inklusivitas—pendekatan yang lebih dari sekedar optik dan mencakup nilai-nilai inti dan operasional merek.

Pergeseran ke arah konsumerisme sadar merupakan indikasi adanya transformasi masyarakat yang lebih besar. Konsumen memanfaatkan daya beli mereka untuk menjaga akuntabilitas merek, menuntut transparansi dan keaslian.

Ini bukan hanya tentang membeli suatu produk; ini tentang mendukung merek yang mencerminkan nilai-nilai seseorang dan memberikan rasa kebersamaan dan identitas.

Meskipun hal ini mungkin sudah lama tertunda, era konsumerisme yang sadar telah tiba, dan merek-merek yang gagal untuk berkembang mungkin akan tertinggal di tengah basis konsumen yang lebih sadar sosial dan menuntut.

Aksesibilitas